LaNyalla Sependapat; NU Haramkan Tindakan Rampas Tanah Rakyat Rempang

INFODESA.ID-NASIONAL-Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti menghargai sikap tegas Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkait sengketa tanah di Pulau Rempang Kepri.

Pertumbuhan ekonomi, kata politisi asal Jatim ini, tidak boleh melanggar pertimbangan kemaslahatan dan keadilan bagi rakyat. “NU juga melihat kasus Rempang adalah salah satu dari kasus serupa di tanah air. Sehingga perampasan tanah rakyat, oleh NU tegas dihukumi haram. Pembangunan adalah sarana. Tujuan adalah manusia itu sendiri. Karena itu kemaslahatan manusia harus menjadi pertimbangan pokok,” urai LaNyalla mengutip rekomendasi Munas-Konbes NU.

Rekomendasi Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2023 yang digelar PBNU menghasilkan beberapa rekomendasi, di antaranya pedoman politik warga NU, pengelolaan sumber daya alam dan investasi, kasus Rempang, serta mengupayakan agama sebagai bagian dari penyelesaian persoalan global.

Secara prinsip rekomendasi yang dibacakan Ketua Tim Rekomendasi Munas-Konbes NU, KH Ulil Abshar Abdalla memberi pedoman kepada warga NU bahwa politik tidak hanya perebutan kekuasaan, atau pemilihan kepala negara saja, tetapi lebih dari itu, yaitu terwujudnya partisipasi warga secara aktif dlm pembangunan kehidupan umum yang lebih bermaslahat, berkeadilan dan demokratis, sesuai ajaran Islam Ahlussunah wal Jamaah.

“Rekomendasi politik itu bagus, karena itulah prinsip berpolitik dengan azas dan sistem Pancasila. Ukuran terwujudnya nilai bernegara dalam spirit ketuhanan, kemanusian, persatuan, musyawarah dan keadilan. Bukan menang-menangan dengan segala cara dan kepalsuan,” tukas Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Kamis (21/9/2023).

Dikatakan LaNyalla, sembilan pedoman politik Nahdliyin yang diputuskan Muktamar NU ke-28 pada 1989 di Krapyak, juga sangat relevan untuk mengimbangi politik liberal, sekuler dan penuh kosmetik yang dijalankan Indonesia sejak mengadopsi sistem pemilihan presiden langsung ala barat. Karena salah satu dari pedoman tersebut adalah; berpolitik dilakukan untuk memperkokoh konsensus nasional, bukan malah menghancurkannya.

“Sejak Indonesia dijejali faham barat, dan mengadopsi pemilihan langsung pemimpin di semua tingkatan (presiden, gubernur, bupati/walikota), yang terjadi kan sebaliknya. Kohesi bangsa makin renggang, konsensus kehidupan yang beradab dan berbudi luhur ditabrak, fitnah dan ujaran kebencian terus kita dengar, sementara hukum tumpul ke kubu penguasa, akibatnya rusak nilai falsafah bangsa ini,” tandasnya.

Karena itu, tokoh yang getol memperjuangkan agar Pancasila kembali menjadi identitas Konstitusi Indonesia itu memberi apresiasi terhadap butir-butir rekomendasi Munas-Konbes NU 2023 itu. Termasuk pernyataan bahwa penyelenggaraan negara tidak boleh bersifat state heavy, dominan dikuasai pemerintah dengan mengabaikan aspirasi masyarakat. Melainkan bersifat dua arah dan timbal balik. (rilis, editor Bagus Sarengat)